Sabtu, 29 Juli 2017

Daya beli rendah, apakah benar?

Saat kunjungan saya ke beberapa pelanggan lama maupun calon pelanggan baru seringkali  topic pembicaraan seputar  bisnis yang lesuh dengan kesimpulan akhir “ Daya beli rendah atau cenderung menuru “. 

Daya beli menurun, benarkah?

Menurut Pakar dibidangnya Rhenal Kasali, seorang Guru besar  Universitas Indonesia memiliki pandangan yang berbeda perihal kondisi perekonomian , terutama dalam tataran mikro. Benarkah saat ini mulai mengindikasikan adanya pelemahan  daya beli konsumen?

Rhenald justru meragukannya. Menurutnya, yang terjadi sekarang adalah uang sedang berpindah (shifting) dari kalangan menengah ke atas ke ekonomi rakyat. “Dan para elit sekarang sedang sulit karena peran sebagai "middleman" mereka pudar akibat disruptive innovation, lalu meneriakkan "daya beli turun,” ujarnya Jumat 

Rhenald mengambil tiga contoh untuk memperkuat pendapatnya. 

Pertama, perusahaan logistik JNE. Menurutnya jaringan logistik JNE kini market share nya sudah di atas PT Pos dan semua perusahaan e-commerce menjalin kerja sama. Kondisi ini memaksa JNE untuk meningkatkan pelayanan dimana dalam beberapa bulan terakhir terus melakukan penambahan tenaga kerja sampai dengan 500 orang.
"Tak banyak orang yang tahu bahwa konsumen dan pedagang beras di Kalimantan kini lebih banyk membeli beras dan minyak goreng via Tokopedia dari Surabaya, Lombok, Makasar dan lain-lain. Juga tak banyak yang  tahu bahwa angkutan kargo udara dari Solo naik pesat untuk pengiriman garmen dan barang-barang kerajinan. Juga dari kota-kota lainnya. Artinya usaha kecil dan kerakyatan mulai diuntungkan," paparnya.

Kedua, retailer. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) penjualan yang dicapai anggotanya pada semester 1 2017 ini turun 20%. Kondisi ini mengikuti pola angkutan taksi yang sudah turun sekitar 30-40% pada tahun lalu.
Apakah karena daya beli? Bukan, penyebabnya adalah shifting ke taxi online. Sama halnya retail dan hotel yang beralih dari konvensional ke online. "Artinya bukan daya beli drop, bukan juga karena keinginan membeli turun, melainkan terjadi shifting," jelasnya.

Tiga, produsen besar fast moving consumer goods (FMCG). Rhenald menuturkan semua perusahaan pada sektor ini mengakui meraup kenaikan omzet 30-40%. Mulai tepung terigu milik Bogasari sampai dengan produk obat-obatan milik Kalbe Farma.

"Demand-nya masih naik pesat. Tetapi produsen seperti Gulaku mengaku drop karena kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang mulai dikontrol pemerintah," katanya.



Berdasarkan hal tersebut diatas dan pengamatan saya di lapangan ternyata ada yang merasa penjualan menurun sehingga memiliki pandangan daya beli menurun dan di lain pihak ada juga yang mengalamai penjualan tetap bahkan cenderung naik sehingga memiliki pandangan daya beli tetap kuat.

Kesimpulan :

Belajar dari Pebisnis Sukses yang memiliki pandangan bahwa Penjualan yang tetap dan bahkan cenderung naik karena mereka menerapkan dan mengembangkan strategi pemasaran offline dan online dengan porsi terbesar dana di habiskan untuk pemasaran online melalui social media seperti facebook, Whatsapp, instagram,google,websites dll dan juga memanfaatkan aplikasi mobil yang bisa di download baik di jaringan android maupun ios.  

Selanjutnya mengenai manfaat aplikasi mobile dan bagaimana cara kerjanya silahkan buka http://www.sanminglobe.com/search?q=aplikasi+mobile

Catatan : Saat ini aplikasi mobile bisa Anda dapatkan dengan biaya ekonomis mulai dari kisaran terendah hingga menengah 3.5 jt-50 jt.

Salam Semangat Pagi dan tetap optimis..

Michael

Levelux SD 50 1 made in Enagic Corp, Japan the best water machine in the world..

Apakah  air yang Anda minum sudah memenuhi unsur Miracle Water? Silahkan buka http://www.enagic-thang.com/2013/10/air-layak-minum-vs-air-layak-minum-sehat_6.html