Sabtu, 22 Januari 2022

FENOMENA GHOZALI

FENOMENA GHOZALI

Mengapa Foto Selfie Ghozali dihargai Rp 90 Juta bahkan Total kini terjual Rp 1,5 M Terakhir dikabarkan sudah sampai Belasan M?


Monkey Marketing, apa itu?

Foto selfie Ghozali yang tanpa ekspresi di depan komputer laku dijual dengan harga Rp 95 juta yang dijual di NFT (Non Fungitable Token). Satu foto selfinya laku dijual 99 NFT atau setara dengan Rp 31.397. 584. Sedangkan yang 1nya yang katanya di belakangnya ada penampakan (pada hal tidak ada apa-apa) laku dijual Rp 95 juta. Dalam waktu singkat foto selfie Ghozali telah terbeli Rp 1,5 Milyar.

Fenomena apakah ini? Begitu banyakkah orang gila dan kebanyakan uang di negara ini dan di seluruh dunia, sehingga foto yang begitu saja dan entah untuk apa bisa laku puluhan, ratusan juta, bahkan milyaran?


Apakah ini monkey marketing?

Apa itu Monkey Marketing? 

Contohnya seorang beli batu akik Rp 100.000 (katakan si Dika), dijual Rp 1 juta. Laku. Lalu batu akik itu diberi cerita. Naiklah harganya menjadi Rp 10 juta, bahkan Rp 50 juta. Sampailah ke tangan si Kokay dia beli Rp 100 juta. Kemudian Kokay mau menjualnya lagi,  ternyata si Dika sudah tidak ada lagi. Dia juga tidak mau membeli batu akik itu, karena di daerahnya banyak Rp 25 ribu pun dapat. 

Kalau masih ingat ini juga terjadi pada barang seperti buruh, bunga janda bolong, uang logam Rp 100 yang di tengahnya ada kuningannya, tokek raksasa,  bambu betung, giok, samurai dll. Terakhir crypto, metaverse dan NFT. Banyak orang kaya raya mendadak dari bisnis ini. Lalu disebarlah informasi tentang barang-barang itu dengan segala macam bumbu. Benar ada yang beli ratusan juga bahkan milyaran. Hmmm gak tahu juga ya, tapi ada yang cerita sudah terjual. Katanya Samurai itu sudah memenggal 100 orang. Jadi harganya mahal bingit, ada yang mau beli Rp 10 milyar. Maka bertambah banyak orang gila di Indonesia. 

Fenomena apa ini sebenarnya? Sampai ada orang yang habis waktunya untuk cari barang-barang yang katanya harganya mahal benget itu.


Saya coba flashback ke masa lalu, ketika saya menjadi HRD di sebuah balai lelang lukisan dan barang antik di sebuah perusahaan di Jakarta. Ada ratusan bahkan lukisan yang dilelang di acara bidding (lelang) di hotel atau aula exhibition di Jakarta. Ada begitu banyak lukisan yang dititipkan kepada penyelenggara lelang. Gila ada beberapa lukisan yang dibeli dengan harga puluhan bahkan ratusan juta. Mending kalau gambarnya bagus, lah cuma gambar kotak-kotak, garis-garis, orang dengan muka rusak, pokoknya gak ada artinyalah. Jangan beli, dikasih saya juga gak tahu. Lah gambarnya nakuti. Apalagi kalau saya pulang malam dari kantor... dikelilingi lukisan yang sepertinya bikin bulu ketek eh bulu kuduk saya berdiri. 

Kembali ke laptop. Kok ada yang beli, apa daya tarik lukisan itu? Siapa yang untung, siapa yang buntung, apakah ini monkey marketing?  

Sebagai orang dalam saya memperhatikan, kok bisa lukisan monyet mati saja dihargai jutaan. Padahal pelukisnya mungkin menjual cuma Rp 50.000  (suer nih). Lalu siapa yang untung? Mau tahu kenapa bisa dijual puluhan bahkan ratusan juta? Bener? Kasih tahu gak?


Selidik punya selidik, saya berkesimpulan:

1. Ini permainan bandar, kolektor. Si kolektor beli lukisan dari jalanan, atau dia pinjam tuh lukisan. lalu lukisan yang dia beli ditotol totol dengan cat, seolah lukisan itu abstrak... Lalu dipamerkan. Orang tertarik. Dilanjutkan dengan bidding (lelang). Si A setuju 1 juta, si B bid 10 juta. si C Bid 50 juta. Akhirnya si D memenangkan bidding itu Rp 100.000.000. Siapa si A, B, C, tadi? Hahahaha... temen temen mereka sendiri. Dan kadang si D pun teman mereka sendiri. Tinggal siapa orang kaya yang mau kena jebakan betmen saja.

2. Memang ada orang yang uangnya gak berseri. Dia ingin uangnya Rp 100 juta jadi Rp 500 juta atau Rp 1 milyar dalam waktu singkat. Dia beli lukisan Rp 100 juta. Dalam bidding selanjutnya dia jual Rp 200 juta... eh ada yang beli. Maka si mafia kolektor terima Rp 100 juta, si kolektor sudah untung Rp 100 juta. Bagaimana dengan kolektor pembeli selanjutnya? Bisa jadi ya permainan si kolektor terakhir, yang jual dia sendiri yang beli dia sendiri. Kalau laku 2 kali lipat ya dia untung. 


Nah gimana dengan permainan di crypto, metaverse, dan NFT. Ini sebenarnya tak jauh dari teknik marketing monkey pada penjualan batu akik, samurai, kadal raksasa, ular kepala 2 (maaf jangan ada yang tersinggung), dll itu. Foto Ghozali laku 90 juta. 

Lalu orang tanya buat apa foto Gozila, eh Ghozali ini dibeli muahal? Si pembeli juga jangan jangan bingung, untuk apa? Foto gituan mah banyak di kelurahan. Orang bikin KTP kan banyak pas fotonya yang karena mulutnya mencong dikit ngamuk minta pak Lurah ganti😀. Tapi bukan itu... Si Ghozali juga jangan geer dulu... bukan karena wajahnya ganteng yang bikin fotonya dihargai mahal dan heboh. Semua TV bakal meliput, di mata si kolektor sudah terbayang angka puluhan kali lipat dari investasi yang ditanam. Kehebohan itulah yang bikin si pembeli senang. Ntar juga ada yang beli 2 kali lipat sampai 10 kali lipat...Foto Ghozali mungkin sulit kalau sampai 10 kali lipat. Karena nanti ada orang yang klaim, dia sudah 10 tahun bikin pasfoto kok dijual Rp 1000 pun kagak laku. Emangnya ini rekor MURI yang Kalau bayar lebih mahal rekornya masuk MURI?.😀 

Nasib Ghozali saja lagi bagus... Fotonya dijadikan barang yang diperdagangkan walaupun sebenarnya tak bernilai. Bernilai karena terbatas dan langka. Jarangloh orang yang konsisten selama 4 tahun tiap hari memotret dirinya di komputer. ya kan. Itu yang bikin mahal. Apalagi si Ghozali ini sedikit cerdas (mungkin dia banyak baca buku, walaupun Indonesia digelari negara paling malas baca di dunia hahaha. ampun saya jangan dibuly  ya). Si Ghozali cerdas, dia bikin caption..  "ada penampakan". Nah orang kaya percaya... Dia beli walau dia gak lihat itu penampakan yang dimaksud Ghozali. Rata rata orang miskin tahu, yang dimaksud Ghozali penampakan itu, ya si Ghozali sendiri. Orang kaya gak peduli, pokoknya captionnya PENAMPAKAN. Entah ada entah tidak ya sudah mingkem saja. Captions Ghozali itu bisa meningkatkan penjualan selfi Ghozali sampai 1000%. hahaha. Itulah pola pikir yang membuat kenapa orang miskin semakin miskin, dan orang kaya semakin kaya. Sementara ini  Ghozali seorang yang diuntungkan. Kamu mau jual foto selfie kamu yang paling cakep sejagat raya pun kagak ada yang mau beli. 


Nah bagaimana dengan crypto....

Begini ya... benar, sekarang banyak orang yang kaya raya ingin lebih kaya lagi. Jual property apa bisa laku kapan saja. Buktinya di zaman pandemic ini terjun bebas. lalu apa? Carilah yang langka dan terbatas, bahkan tidak diproduksi lagi. Ya masuklah Crypto. Kabarnya si Nakamoto atau Ajinomoto namanya itu yang menciptakan, saya lupa... Pokoknya Moto Moto gitulah. Nah dia bikin koin itu cuma 2 juta (persisnya berapa saya juga gak ingat). Namanya bitcoin. Dulu harganya cuma Rp 8.000 atau harga seloyang Pizza aja orang mikir 1000 kali. Tapi setelah diperjualbelikan sekarang harganya mencapai Rp 800 juta. Nah kesinilah investasi yang tepat....  Mau beli emas, saham, dollar, orang sudah tahu harganya, tapi crypto? 


Maka gak heran kalau akhirnya ada hanmpir 15.000 crypto dilahirkan di dunia. Siapa yang bisa menciptakan isu maka dialah yang bisa mengangkat harga cryptonya....

Nah begitu juga dunia metaverse... Anda bisa beli "Jakarta" tiruan di Metaverse. Bayangkan Anda bisa jadi pencipta tanah Jakarta. Anda kapling-kapling, Anda jual kaplingan itu. Orang berebut. Harganya tanah di "Jl. Sudirman" di Metaverse mungkin gak semahal Jl. Sudirman aslinya. Tapi setidaknya, dijual 1/100 Jl. Sudirman aslinya orang mau. Sekarang, Mereka bisa jual berlipat-lipat dari harga yang mereka beli pertama. Ketika Anda beli tanah di Jl. Sudirman, Anda masih bisa jual kaplingan, Kavling Kuningan, dipecah lagi jadi tanah kompleks Mega Kuningan. Mega Kuningan Anda pecah lagi, dan Anda bangun mall tiruan di sana mirip Mall Mega Kuningan... Lalu Anda bisa pecah lagi jual per toko atau jual per lapak.  Anda buat desain toko. Ada yang beli. Buktinya Samsung beli kaplingan di metaverse sejak sekarang. Dia akan pamerkan produk samsung di NFT atau virtual di tokonya. Ada yang beli? Ada. Caranya? Ya Samsung hadirkan produk terbaru di pameran di metaverse itu. Gambarnya 3 bahkan 5 dimensi. Anda bisa pegang dan memainkannya. Anda beli bisa, mata uang di negeri antah berantah ini adalah crypto. Namanya bisa bukan Manna, bukan Doge, bukan etharium atau apalah, tapi misalnya meta. 1 meta bisa dikurskan menjadi 100 Manna misalnya, atau 100 mana sama dengan Rp 100.000. Nah jika 1000 mana sama dengan berapa itu.... Jangan takut sama MUI, crypto cuma jadi alat bayar di dunia Metaverse... Rupiah gak berlaku. Nah orang cerdas dan beriman tidak akan menjadikan cryptonya sebagai alat bayar, tapi sebagai investasi. Selain kata MUI haram, pemerintah juga bisa memenjarakan kita. Tapi kan manusia cerdas, dia kembali ke dunia nyata dari dunia metaverse, dia tukarkan cryptonya ke rupiah melalui Indodax agatu Binance. Lalu setelah dapat rupiah dibelanjakan. haram tidak, kan yang dibelanjakan bukan crypto tapi rupiah. 


Nah kembali ke laptop lagi. Terus apa hubungannya dengan foto Si Ghozali yang culun tadi tapi harganya 90 juta? Bisa jadi, foto Ghozali yang hak ciptanya sudah beralih ke kolektor, dijual di dunia metaverse sebagai produk NFT. Lalu ada kolektor dari menca negara yang berpikir Ghozali makhluk langka, maka si kolektor yang sudah kelebihan uang ini, beli. Dan dijual lagi. Setidaknya kalau sudah 10 tahun lagi foto Ghozali gak laku barulah dianggap rugi, Tapi siapa tahu dalam 3 tahun foto Ghozali dihargai Rp 1 milyar... Ya siapa tahu, dunia sudah dibom nuklir, yang tersisa cuma foto Ghozali, itu pun di metaverse, apa gak laku keras. Generasi yang akan datang mungkin melihat Ghozali sebagai Dinasaurus. Karena bisa difoto tanpa masker, sedangkan mereka bukan cuma pakai master tapi juga pakai asmat seperti di China... Ya Ghoz ya... 


Nah itulah tadi penjelasan mengapa Foto Ghozali bisa dihargai Rp 90 juta. Sedangkan fotomu sekalipun di depan mobil paling mahal di dunia, dijual Rp 10 ribu pun gak laku. Nah itu sebabnya mengapa gambar yang dianggap unik, langka, terbatas, saat ini dihargai mahal buanget nget. Langka dan uniknya gimana, ya itu kamu harus belajar kreativitaslah... Lihat Syahrini, dia beli lukisan di NFT, tapi sampai sekarang uangnya mandeg. Belum laku. Nah ini saat yang tepat bagi manusia kreatif bikin barang dan jasa yang laku di dunia metaverse. Metaverse juga milik Anda, Anda bisa dapat uang di sana, kalau Anda beruntung bisa kaya raya. Kalau di dunia nyata Anda jadi pemborong gak laku, siapa tahu di sana order borongan Anda laris manis. Para penceramah yang di dunia nyata ceramahnya tidak laku kecuali menjelekkan pemerintah, atau fitnah, ya sekarang bisa ceramah lebih santun di rumah-rumah ibadah virtual. Yang dengarkan di sana manusia juga kok. Pikiran mereka hadir di sana, hanya fisiknya entah ada di mana. 

Tapi sampai kapan ini berakhir di mana foto Ghozali, bitcoin sudah tidak ada yang membeli lagi... Wah... masih lama toewan toewan... Kalau bicara Metaverse Jakarta, kita perlu hitung, umur Jakarta 100 tahunan, ya setidaknya diperlukan 50 tahun lagi Jakarta vitual habis terjual dan sudah habis HGBnya. 


Penulis 

Bambang Prakuso, Alfateta Mind Power Academy



Next Topics


Tidak ada komentar:

Posting Komentar